Dua pekan sebelum PM Tony Abbott mengatakan Australia tidak akan menghentikan kegiatan mata-matanya di Indonesia, Philip Dorling -- National Affairs and Defence Correspondent untuk The Canberra Times – memilih judul provokatif untuk artikel yang dipublikasikan situs The Sydney Morning Herarld, yaitu Canberra don’t Trust Jakarta.
Di akhir tulisannya, Dorling menulis; “Pengungapan tindakan mata-mata menyebabkan diplomatic embarrassment, namun Australia tidak akan berhenti memati-matai Jakarta.”
Banyak tanggapan atas tulisan ini. Salah satunya mengatakan
ketika Indonesia
bertindak kekanak-kanakan, diplomasi Autralia gagal total. Canberra membiarkan isu skandal ini terus
meningkat.
Banyak pihak di Australia
yakin Indonesia hanya
mengharapkan dari seseorang di Australia,
terutama yang dikenal para elite politik di Jakarta. Bahkan, yang diharapkan Jakarta adalah Australia
berpura-pura minta maaf, setelah itu pemerintah dan media di Indonesia akan menyelesaikan
sisanya.
Yang paling menyakitkan dari komentar ini, dan seolah
mencerminkan cara berpikir kebanyakan orang Australia,
adalah Indonesia dan Australia
secara kebetulan bertetangga. Indonesia
adalah tetangga terbesar Australia
yang tidak akan tumbuh menjadi lebih besar dengan segera. Jadi, yang harus
dilakukan Australia
adalah bagaimana setiap saat harus menenangkan seorang bocah.
Komentar lain yang cukup menyakitkan, Indonesia
adalah salah satu negara yang tidak bisa dipercaya. Orang Indonesia hanya
tertarik uang. PM Tony Abbott bisa membayar siapa pun di Indonesia untuk
melakukan semua yang Australia
inginkan.
Memati-matai
Indonesia,
demkikian komentar lainnya, sangat tepat. Indonesia adalah salah satu negara
paling korup di muka bumi. Australia
tidak perlu malu dengan pengungkapan skandal penyadapan terhadap Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan akan sangat bodoh jika Australia tidak
melakukannya.
Sakit Hati
Indonesia
yang diinginkan Australia
bukanlah negeri seperti saat ini, tapi sebuah negeri yang terdiri
dari Pulau Jawa dan Sumatera. Namun takdir sejarah berkata lain. Indonesia, terhitung sejak 1960-an, menjadi
raksasa – dihuni penduduk mayoritas Muslim – berdampingan langsung dengan Australia.
Upaya terakhir Australia adalah menghentikan
proses penyatuan wilayah bekas-bekas jajahan Belanda menjadi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) terjadi tahun 1960-an, dan gagal. Belanda, setelah menyerahkan seluruh
tanah-tanah jajahannya kepada Republik Indonesia, berharap menjadikan Papua
sebagai wilayah penampungan seluruh pendukungnya yang akan meninggalkan Jawa,
Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Ambon, setelah 1949.
Australia,
dengan pandangan geopolitiknya sendiri, mendukung upaya Belanda untuk
memastikan tidak boleh ada ancaman langsung dari utara. Papua, baik Papua
Nugini maupun Papua, harus menjadi buffer zone bagi Australia.
Papua yang dikelola Belanda, dihuni
masyarakat primitif dan orang-orang yang terusir dari Hindia-Belanda, akan
memberi rasa aman yang cukup panjang bagi Australia. Sayangnya keinginan itu
tidak didukung kemampuan militer.
Ketika Soekarno melancarkan operasi militer
untuk membebaskan Papua, Canberra
hanya bisa menyaksikan Belanda terusir secara menyedihkan dari tanah jajahan
terakhirnya di Nusantara. Canberra sama sekali
tidak mengirim kapal perang untuk membantu Belanda menghalau kapal-kapal Indonesia.
Sebelumnya, tahun 1950-an, Australia juga menggelar Operasi Claret untuk
menghentikan upaya Indonesia
mencaplok bekas tanah-tanah jajahan Inggris. Operasi ini relatif berhasil, yang
membuat Sarawak dan Sabah tidak menjadi bagian Indonesia.
Setelah kegagalan di Papua, yang tersisa
bagi Australia
hanya sakit hati dan ketakutan. Publik kulit putih, terutama pemukim asal
Britania Raya, tidak bisa melihat salah satu bangsa besar di Asia
berada di depan pintu rumah mereka.
Di tahun 1970-an, Australia
tidak bisa berbuat apa-apa ketika Indonesia mencaplok Timor Timur
dengan alasan memerangi komunis. AS memberi ‘restu’ diam-diam, demi
kepentingan Perang Dingin.
Tidak aneh Australia
melakukan semua cara untuk melepaskan Timor Timur dari Indonesia,
setelah Perang Dingin berakhir. Canberra
bersedia membayar harga berapa pun, termasuk memberi makan rakyat Timor Timur
dan kehilangan penghasilan perdagangan dengan Indonesia, untuk memerdekakan bekas
tanah jajahan Portugis dan menjadikannya client state.
Spionase
Sukses Australia
melepaskan Timor Timur tidak lepas dari operasi mata-mata yang berlangsung
sekian lama, tanpa waktu jeda. Sejak 1950-an, menurut Dorling, Australia
secara aktif menjadikan kedutaan besar-nya di Jakarta sebagai pusat operasi
intelejen.
Dalam catatan harian tak dipublikasikan, Sir Walter Crocker
memaparkan pelanggaran diplomatik yang dilakukan Australia dengan mengoperasikan Defence
Signals Directorate (DSD) sejak pertengahan 1950-an, dan seterusnya.
Indonesia
bukan tidak melakukannya. Menggunakan Hagelin Cypher Machine buatan Swedia yang
ditempatkan di Kedubes Indonesia
di Canberra, Indonesia berusaha menyadap
pembicaraan elite-elite politik negeri Kanguru itu.
Dorling mengklaim GCHQ, perangkat intelejen untuk membantu
Defence Signal, mengacak cara kerja Hagelin. Kegagalan ini tidak bocor ke
publik, yang membuat hubungan pemimpin kedua negara berjalan normal.
Australia juga menempatkan Defence Signals Radio Facility di
Shoal Bay, di luar Darwin, untuk memonitor komunikasi militer Indonesia, dan
memberi peringatan kepada militer Australia akan niat Indonesia mengivasi Timor
Timur.
Tahun 1999, intelejen Australia
mendulang sukses luar biasa ketika mampu membocorkan rahasia intelejen
pertahanan Indonesia.
Ini memperlihatkan betapa intelejen Australia memiliki akses yang luas
ke komunikasi militer dan sipi.
Ketika terjadi pembakaran Dili oleh militer Indonesia dan milisi pro-Jakarta, September
1999, militer Australia
sama sekali tidak terkejut. Australia
telah memperingatkan penduduk akan kemungkinan itu.
Sejak Australia
dipimpin PM Robert Menzies, seluruh perdana menteri Australia
diberi tahu adanya penetrasi DSD secara terus menerus terhadap komunikasi
diplomatik, militer, dan sipil, terhadap Indonesia.
Paul Keating, PM Australia paling akrab dengan pemimpin Indonesia, tahu
semua pembicaraan Soeharto dengan menteri-menterinya. Terutama yang menyangkut
hubungan Indonesia-Australia, dan diplomasi regional.
Tidak hanya itu, Keating juga memberikan banyak informasi
kepada Soeharto soal Mahathir Mohamad dan pandangan politik Malaysia terhadap Indonesia,
karena Canberra juga menyadap ruang kabinet di Kuala Lumpur.
Pada perkembangan selanjutnya, DSD tidak hanya menyediakan
data pembicaraan para petinggi Australia,
tapi juga mampu menampilkan gambar-gambar paling pribadi SBY, serta rekan-rekan
politiknya. Semua operasi ini tidak hanya dijalankan Australia, tapi juga AS, Selandia
Baru, Kanada, dan Inggris.
Kelima negara ini terlibat dalam program Five Eyes. Setiap
hasil penyadapan tersaji sedemikian rupa, dan bisa dibaca di Washington,
Wellingkon, Ottawa, dan London. Sandi operasi ini adalah STATEROOM ,
dan dijalankan di ruang rahasia di Kedubes Australia di Jakarta.
Bagi Australia, terutama saat Perang
Melawan Teror, operasi ini memberi kontribusi tak sedikit berkaitan ancaman
teroris. Namun, seorang mantan perwira intelejen mengatakan sasaran operasi
adalah informasi politik, diplomatik, dan ekonomi.
Sang mantan perwira mengatakan pertumbuhan
pesat penggunaan telepon genggam menjadi anugerah bagi Australia.
Anugerah lainnya adalah cara berbicara orang Indonesia, tidak hanya masyarakat
biasa tapi juga politisi, yang senang berbicara keras di telepon.
Politisi Indonesia bukan tidak tahu dirinya
sedang disadap, tapi semua itu tak menghentikannya berbicara hal-hal penting.
Tidak hanya di ruang rapat, tapi juga di jalan-jalan.
Di Australia, hampir semua elit politik dan
militer negeri itu – serta birokrat dari segala lapisan – hanya bisa tersenyum
ketika skandal ini terungkap. Mereka sama sekali tidak menganggap tindakan
negaranya sebagai perbuatan kurang ajar.
Di Indonesia, semua orang marah. Hanya
sebagian kecil yang mengatakan soal sadap menyadap itu biasa. Yang tidak biasa
adalah kapan cerita sukses Indonesia
menyadap Australia
sekian lama, sampai akhirnya ada orang yang mengungkap.
Jika itu terjadi, apakah orang Australia juga
hanya tersenyum? Hanya waktu yang bisa menjawab.
Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada MBAH BUDI HARTONO yang telah menolong saya dalam kesulitan ini tidak pernah terpikirkan berkat bantuan MBAH yang memberikan pesugihan dana gaib sebesar 1 miliar syukur alhamdulillah kini saya sudah bisa melunasi semua hutang-hutang saya yang ada di BANK BRI kemarin saya takut mengikuti pesugihan ini takuk ada tumbal tapi mau di apa dengan kondisi yang tidak memunkinkan dan akhirnya saya coba minta tolong sama MBAH BUDI HARTONO dan dengan senang hati MBAH BUDI HARTONO membantu saya pesugihan dana gaibnya alhamdulillah semuanya bener-benar terbukti pesugihan dari MBAH ternyata aman tanpa tumbal karna saya sudah membuktikannya tidak ada resiko apapun dan baru kali ini saya menemukan dukun yang jujur yang bisa di percaya jangan anda takut untuk konsultasi jika anda ingin di bantu seperti saya lansung hubungi MBAH BUDI HARTONO di nomor hp 085-256-077-899 untuk info lebih jelasnya buka blog MBAH klik disini -->> PESUGIHAN DANA GAIB
BalasHapus