Sabtu, 12 November 2011

FUCK: Sebuah Tinjauan Historis


Fuck mungkin kata dalam Bahasa Inggris yang paling mendunia. Di AS dan Inggris kata itu adalah ucapan biasa. Di Indonesia – mungkin pula di banyak negara yang tidak berbahasa Inggris tapi secara budaya dijajah Barat – kata umpatan ini bisa saja menjadi simbol status sosial bagi penggunanya.

Kata ini bisa diartikan bermacam-maca, karena cenderung bebas nilai. Fuck bisa diartikan dengan persetan, atau kata untuk melampiaskan kejengkelan terhadap barang yang rusak. Bisa pula mencerminkan tindakan kopulasi.

Sebagai kata kerja, fuck – dengan tambahan up, off, dan with – bisa digunakan sencara transitif dan intransitive. Fuck with tidak ada hubungannya dengan hubungan seks. Arti kata ini adalah ‘dipusingkan’ atau ‘dibuat pusing’

Don't give a fuck tidak ada bedanya dengan damn (sialan). Sedangkan what the fuck berfungsi sebagai intensif. This is fucked up biasa digunakan untuk menunjukan sesuatu yang abnormal, atau kacau balau.

Kata fuck memiliki sejarah yang menarik. Konon, menurut answer.com, kata fuck muncul di masyarakat feodal Inggris kuno. Ada pula yang mengatakan kata ini muncul di Inggris abad ke-14 dan 15.

Versi pertama mengatakan di masyarakat Inggris kuno seorang tidak bisa melakukan hubungan seks tanpa restu raja. Apalagi jika orang itu bukan anggota istana. Jadi, orang yang ingin berkeluarga – atau melakukan hubungan seks dengan wanita yang disukainya – harus lebih dulu menghadap raja.

Jika direstui, raja akan memberikan plakat bertuliskan FUCK, akronim fornication under consent of the King – artinya persetubuhan ini direstui raja. Plakat itu harus digantung di depan rumah, atau – jika anggota keluarga kerajaan yang tinggal di istana – ditempek di pintu kamar.

Versi lain menyebutkan Inggris dua kali mengalami kekurang penduduk. Pertama tahun 1340, saat Inggris berada di bawah Raja Edward III. Wabah pes merengut banyak korban, membuat populasi Inggris turun antara 30 sampai 60 persen. Wabah baru hilang ketika London terbakar hebat, dan menjadi puing.

Raja Edward III, yang sebelumnya memerintah Inggris dengan gaya militer, juga menghadapi kenyataan betapa banyak penduduk yang cacat akibat praktek kekuasannya. Banyak desa mengalami kekurangan tenaga kerja, yang bisa berakibat pada berkurangnya stok pangan, dan infrakstruktur.

Edward III mengumpulkan penasehatanya. Berbagai usulan untuk mengatasi kekurangan penduduk dating kepadanya. Salah satunya adalah fornication under consent of the King. Menurut si empunya usul, raja diminta mencoret perzinahan yang dilakukan oleh sepasang kekasih yang belum menikah bukan sebagai tindakan yang harus dihukum.

Setelah mempertimbangkan segala sesuatunya, Edward III mengeluakan dekrit, mencabut tindakan zinah lelaki dan perempuan yang belum menikah sebagai perbuatan hukum. Harapan raja, dan semua penasehatanya, dekrit ini akan membuat angka kelahiran di Inggris meningkat dalam dua atau tiga tahun ke depan.

Tidak ada yang tahu apakah dekrit ini dijalankan atau tidak. Yang pasti Edward III memang dikenal sebagai penguasa yang membuat Inggris menjadi kekuatan militer. Ia memenangkan perang di Skotlandia, dan menjadi penguasa Prancis.

Versi berikutnya menyebutkan Inggris menghadapi kekurangan penduduk; akibat wabah dan perang terus-menerus, saat Raja Henry VIII berkuasa. Lebih mengkhawatirkan lagi, pasukan Inggris sangat sedikit, dan tidak mencukupi menghadapi kemungkinan serangan dari luar, atau mengatasi pemberontakan Irlandia dan Skotlandia.

Di sisi lain, Henry VIII juga gundah dengan banyaknya kematian di istana. Catherine, istrinya, melahirkan banyak anak tapi selalu mati saat masih balita. Hanya Mary, akan perempuannya, yang bisa bertahan. Padahal, Henry VIII menginginkan anak laki-laki untuk menjadi penerusnya.

Ketiadaan anak lelaki inilah yang membuat Henry VIII mengambil banyak gundik. Vatikan marah. Henry VIII merespon kemarahan Vatikan dengan memisahkan gereja Inggris dari Gereja Katolik Roma. Selanjutnya gereja Inggris menyabut dirinya Anglican, kependekan dari Anglo-Vatican.

Henry VIII mencari cara untuk mengatasi kekurangan penduduk, dan menyelamatkan masa depan kerajaannya. Ia meminta data populasi pelacur di Inggris, dan para bajingan yang menghuni penjara. Ia tercengang ketika mengetahui jumlah keduanya banyak sekali.

Sang raja memutuskan mengijinkan mereka berjinah. Para pelacur dibawa ke penjara, untuk melayani para bajingan yang sedang menjalani hukuman. Raja juga memerintahkan kepada pelacur untuk membesarkan bayi-bayi hasil hubungannya dengan para bajingan.

Entah selama berapa tahun praktek ini berjalan. Yang pasti, pelacur yang datang ke penjara untuk melayani nafsu para bajingan mendapat ijin raja. Dalam lembar perijinan tertulis; Fornication Under the Control of King, atau perzinahan di bawah pengawasan raja, dipendekan menjadi FUCK. Ada pula yang mengatkan FUCK di era Raja Henry VIII adalah kependekan dari fornication under command of the King, atau perzinahan atas instruksi raja.

Setelah 15 tahun sejak kebijakan itu diberlakukan, populasi Inggris meningkat lebih dua kali lipat. Menariknya, setengah dari anak-anak yang lahir pada masa 15 tahun itu berstatus anak haram, alias anak di luar perkawinan resmi,

Varian lain dari asal-usul kata ini adalah ijin berzinah – atau fornication under consent of the king -- diberikan kepada tamu-tamu dari jauh. Asumsinya, tamu-tamu dari jauh harus menempuh perjalanan sekian minggu, atau mungkin sekian bulan, untuk bertemu raja.

Para tamu biasanya akan bermalam di rumah penduduk, bukan di istana. Raja akan mengeluarkan ijin kepada para tamu untuk menjinahi wanita tertua di rumah itu yang belum menikah. Itu pun dengan catatan jika si wanita bersedia.

Varian lain menyebutkan Fuck adalah istilah hukum. Ada punya yang menyebut Fuck adalah akronim Force Unnatural Carnal Knowledge, yang mengacu pada tindak pidana perkosaan.

Sejarawan lain mengatakan fuck adalah akronim dari For Unlawful Carnal Knowledge, artinya untuk kenikmatan duniawi yang melawan hukum. Kata ini merupakan vonis bagi mereka yang melakukan tindak prostitusi.

Ada pula yang mengatakan fuck sebagai kata untuk memvonis pelacur muncul di London di tahun 1800-an. Alkisah, petugas Satpol PP London, nggak mau berpanjang-panjang menulis vonis di laporan kerja. Mereka menyingkatnya saja menjadi fuck.

Pada tahun 1991, Van Halen menggunakan kata For Unlawful Carnal Knowledge sebagai judul albumnya.


Omong Kosong

Jesse Sheidlower, dalam buku The F-Word yang diterbitkan Random House 1999, membantah semua klaim imajinatif di atas. Menurutnya, fuck adalah kata yang bukan berasal dari akronim.

Lebih jelas lagi, fuck adalah kata -- dan sepenuhnya kata – yang berasal Bahasa Belanda, atau dataran rendah Jerman. Kata ini masuk ke dalam Bahasa Inggris sekitar abad ke-15. Namun hampir tidak mungkin menemukan bukti dokumenter bagaimana kata ini masuk dan digunakan dalam masyarakat Inggris. Alasannya, fuck adalah kata yang tabu diucapkan, apalagi ditulis.

The American Heritage Dictionary mengatakan kata ini diketahui kali pertama ketika muncul dalam sajak satire Flen, Flyss. Kata fuck tidak hanya disamarkan sebagai kata latin, tapi juga dienkripsi. Belakangan diketahui fuck berasal dari fuccant, pseudo-Latin untuk they fuck.

Sheidlower juga menjelaskan klaim bahwa fuck sebagai kata yang terbentuk dari akronim muncul kali pertama tahun 1960-an. Adalah East Village Other, sebuah surat kabar bawah tanah, yang kali pertama mempublikasikannya.

Tidak banyak yang tahu bahwa kata fuck berasal dari notasi diagnostic medis yang terdapat dalam dokumen kesehatan tentara British Imperial Army. Ketika seorang tertara dilaporkan sakit, dan hasil pemeriksaan menemukan sang prajurit mengidap Venereal diseases (VD) – penyakit yang ditularkan lewat hubungan seks – maka perawat akan menulsiakn kata fuck di dokumen kesehatan si tentara.

Fuck dalam dokumen kesehatan tentara itu adalah akronim Found Under Carnal Knowledge. Lebih dari dua varian kata fuck lainnya ditemukan di majalah Playboy edisi tahun 1970-an.